Pengamatan karya tari pada PSP 2011 di kota Probolinggo sangat mengesankan. Dari jumlah peserta terutama yang jenjang SD tampak menurun dibanding tahun sebelumnya, namun pada jenjang SMP dan SMA cukup membanggakan. Pada tahun-tahun sebeumnya jenjang di SD kompetisinya cukup ketat dalam pengertian secara kualitas sangat ketat persaingannya, sebaliknya SMP dan SMA nyaris tanpa ada persaingan kualitas. Ada kemungkinan, karena saat ini di jenjang SMP dan SMA telah memiliki banyak guru-guru yang lulusan LPTK Seni Tari maka persaingan sangat membanggakan. Fenomena ini sebaiknya selalu direspon oleh pihak penyelenggara agar ke depan pertumbuhan seni tari di sekolah semakin mencapai kualitas yang kita inginkan bersama.
Pada tataran isi kekaryaan cukup menarik, dengan dimaksukannya persyaratan-persyaratan khusus misalnya menghadirkan penari putra dalam garapan (di jenjang SMA) diprediksi akan memberikan kontribusi sehat dalam perspektif kepenarian. Mudah-mudahan ini juga dipersyaratkan bagi penyajian di jenjang-jenjang lainnya, agar pertumbhan seni tari di sekolah menjadimiliki bersama (kaum Adam dan Hawa)
Senin, 27 Juni 2011
Senin, 13 Juni 2011
PENGERTIAN SENI TARI
Banyak para pakar yang telah memberikan batasan pengertian Seni Tari, masing-masing memiliki menekanan yang berbeda-beda walau maknanya hampir sama. Misalnya,
Soedarsono: 'Tari adalah eksresi jiwa manusia yang diungkap melalui gerak ritmis dan indah'
Seni Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkap secara kreatif melalu media gerak tubuh manusia yang indah. Dalam hal ini, gerak sebagai media pokok seni tari memiliki tiga komponen penting yakni, tenaga, ruang, dan waktu.
Soedarsono: 'Tari adalah eksresi jiwa manusia yang diungkap melalui gerak ritmis dan indah'
Seni Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkap secara kreatif melalu media gerak tubuh manusia yang indah. Dalam hal ini, gerak sebagai media pokok seni tari memiliki tiga komponen penting yakni, tenaga, ruang, dan waktu.
Sabtu, 11 Juni 2011
Sandur Tuban disentuh Dosen STKW
Pada hari sabtu, 11 Juni 2011 di desa Punggahan Kulon Kecamatan Semanding Kab Tuban diadakan ujian akhir penjajian mahasiswa S-2 ISI Surakarta yang akrab dipanggil Joko. Beliau adalah salah seorang staf pengajar di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwaikta Surabaya, dengan latar belakang keahlian Seni karawitan. Latar belakang pendidikan di jenjang SMA-nya penah selesaikan di bangku SMKI yang sekarang disebut SMKN 9, dan melanjutkan S-1 di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta, kemudian melanjutkan S-2 di ISI Surakarta
Kegiatan berkeseniannya sudah dilakukan dengan malang melintang mulai dari ikut mebantu dalam karya-karya baru yang diciptakan oleh senior maupun teman sebayanya, juga sering pula melahirkan karya karya seninya yang cukup memberikan apresiasi kepada komunitasnya.
Kesenian Tuban yang sering disebut Sandur, kali ini digarap lagi oleh Joko dengan diberi judul Kalongking. Sebutan Kalongking ini diambil dari sebutan adegan akhir kesenian Sandur secara keseluruhan. Dilihat dari judul karyanya, maka tampaknya joko lebih tertarik menggarap pertunjukan Sandur dari sisi bagian akhir pertunjuannya.Tidak ubahnya kesenian Sandur karya ini disajikan pada lapang terbuka. Untuk memberi pembantas antara pemain dan penonton, arena pertunjukan diberi pembatas berupa tali atau lawe. Di tengah arena pertunjukan tertancap rontek yang terbuat dari kertas serta dua tiang bambu yang tertancap diantara rontek tersebut, diberi tambang sebagai pengikat keduanya serta di tengah antara keduanya ditarikan tambang yang menjulur ke bawah
Dari awal pertunjukan dalam karyanya, joko mempersebahkan arak-arakan para pemain masuk ke arena pentas dengan diiring oleh dua orang pemegang obor di baris yang paling depan. Setelah mengitari arena pentas yang berbentuk segi emapat, dibatasi oleh lawe (tali) dan digantung beberapa janur, para pemain menggambil posisi masing-masing. Panjak Hore sebagai pemusik menempatkan diri di tengah-tengah arena, dan para penari duduk berjajar di sebelah meja yang diatur sedemikian rupa sebagai tempat meletakan sesaji yang ada.
Setelah bagian awal ini dilakukan kemudian dilanjutkan dengan alunan suara musik dari vokal para panjak hore, dan seorang tetua membacakan do'a keselamatan serta kesejahteraan untuk kita semua. Adegan per adegan di sajikan secara runtut seperti pada urutan sandur yang asli, sampai pada puncaknya adalah salah satu penari memanjat ke atas tali dan menari-nari sepeti burung Kalong (mirip kelelawar namun besar). Keseluruhan penyajian karya ini membutuhkan waktu setengah jam atau enam puluh menit. Dibanding dengan pertunjukan Sandur yang asli jauh lebih singkat, karena pada Sandur yang asli dibutuhkan kurang lebih tujuh jam (mulai pukul 21.00 sampai 04.00).
Walau pertunjukan ini memakan waktu hanya enam puluh menit, pengunjung yang hadir dan ingin menyaksikan bisa dibilang bayak sekali. Tidak kurang dari 500 orang datang berjubel dari berbagi penjuru (dari desa sekitar, luar kecamatan, atau bahkan luar kota) ingin menyaksikan pertunjukan ini.
Bila dibanding dengan pertunjukan yang asli, maka roh pertunjukan dalam karya ini, relatif belum menunjukan keberhasilan. Hal ini disebabkan karena para penari bukan merupakan komunitas asli, namun komunitas pendatang yang nota bene belum memiliki pengalaman (ekternal atau internal) kesenian Sandur. Ketika mereka mengekspresikan tarian masih tampak teknis sekali sedangkan spiritnya belum muncul, walau sebetulnya kepuan asap yang timbul akibat obor-obor di sekitarnya telah mampu memciptakan suasana yang sangat religius
Hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan Sandur berikutnya adalah mencari pemain yang mampu mengekresikan budaya masyarkat sandur, sehingga roh kesenian akan menyatu dengan ekspresi para pendukungnya
Kegiatan berkeseniannya sudah dilakukan dengan malang melintang mulai dari ikut mebantu dalam karya-karya baru yang diciptakan oleh senior maupun teman sebayanya, juga sering pula melahirkan karya karya seninya yang cukup memberikan apresiasi kepada komunitasnya.
Kesenian Tuban yang sering disebut Sandur, kali ini digarap lagi oleh Joko dengan diberi judul Kalongking. Sebutan Kalongking ini diambil dari sebutan adegan akhir kesenian Sandur secara keseluruhan. Dilihat dari judul karyanya, maka tampaknya joko lebih tertarik menggarap pertunjukan Sandur dari sisi bagian akhir pertunjuannya.Tidak ubahnya kesenian Sandur karya ini disajikan pada lapang terbuka. Untuk memberi pembantas antara pemain dan penonton, arena pertunjukan diberi pembatas berupa tali atau lawe. Di tengah arena pertunjukan tertancap rontek yang terbuat dari kertas serta dua tiang bambu yang tertancap diantara rontek tersebut, diberi tambang sebagai pengikat keduanya serta di tengah antara keduanya ditarikan tambang yang menjulur ke bawah
Dari awal pertunjukan dalam karyanya, joko mempersebahkan arak-arakan para pemain masuk ke arena pentas dengan diiring oleh dua orang pemegang obor di baris yang paling depan. Setelah mengitari arena pentas yang berbentuk segi emapat, dibatasi oleh lawe (tali) dan digantung beberapa janur, para pemain menggambil posisi masing-masing. Panjak Hore sebagai pemusik menempatkan diri di tengah-tengah arena, dan para penari duduk berjajar di sebelah meja yang diatur sedemikian rupa sebagai tempat meletakan sesaji yang ada.
Setelah bagian awal ini dilakukan kemudian dilanjutkan dengan alunan suara musik dari vokal para panjak hore, dan seorang tetua membacakan do'a keselamatan serta kesejahteraan untuk kita semua. Adegan per adegan di sajikan secara runtut seperti pada urutan sandur yang asli, sampai pada puncaknya adalah salah satu penari memanjat ke atas tali dan menari-nari sepeti burung Kalong (mirip kelelawar namun besar). Keseluruhan penyajian karya ini membutuhkan waktu setengah jam atau enam puluh menit. Dibanding dengan pertunjukan Sandur yang asli jauh lebih singkat, karena pada Sandur yang asli dibutuhkan kurang lebih tujuh jam (mulai pukul 21.00 sampai 04.00).
Walau pertunjukan ini memakan waktu hanya enam puluh menit, pengunjung yang hadir dan ingin menyaksikan bisa dibilang bayak sekali. Tidak kurang dari 500 orang datang berjubel dari berbagi penjuru (dari desa sekitar, luar kecamatan, atau bahkan luar kota) ingin menyaksikan pertunjukan ini.
Bila dibanding dengan pertunjukan yang asli, maka roh pertunjukan dalam karya ini, relatif belum menunjukan keberhasilan. Hal ini disebabkan karena para penari bukan merupakan komunitas asli, namun komunitas pendatang yang nota bene belum memiliki pengalaman (ekternal atau internal) kesenian Sandur. Ketika mereka mengekspresikan tarian masih tampak teknis sekali sedangkan spiritnya belum muncul, walau sebetulnya kepuan asap yang timbul akibat obor-obor di sekitarnya telah mampu memciptakan suasana yang sangat religius
Hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan Sandur berikutnya adalah mencari pemain yang mampu mengekresikan budaya masyarkat sandur, sehingga roh kesenian akan menyatu dengan ekspresi para pendukungnya
Kamis, 09 Juni 2011
benarkah tidak ada penari putra?
Dunia tari di Jawa Timur tergolong dapat dianggap semarak, hal ini bisa dilihat dari berbagai ivent pergelaran tari yang juga semarak; baik yang diselenggarakan pemerintah, lembaga swasta, ataupun masyarakat. Hal ini tentunya berkat dorongan atau apresiasi masyarakat Jawa Timur yang masih mau menghargai tari sebagai pendamping hidupnya. Selain melihat perkembangan tari dalam perspektif kegiatan pergelaran, di sanggar-sanggar bisa kita lihat pula seberapa banyak anggota yang terdaftar sebagai anggotanya.
Ironisnya dari berbagai iven dan keanggotaan dalam sanggar, tercatat tidak banyak penari putra yang ambil bagian dari semuanya. Kecenderungannya kemudian banyak sekali koreografi-koreografi baru yang bentuk tarinya lebih mengekpresikan feminimisme. Kesannya kemudian dunia tari adalah dunia wanita, sampai-sampai bila ada seorang anak laki-laki ingin belajar menari dianggap akan menjadi seorang 'banci' atau waria.
Hal ini terjadi juga bukan karena tidak ada alasan, penyebabnya di antaranya adalah pengguna jasa tari lebih cenderung memilih tarian atau penari putri sebagai media ekspresi dalam performance-nya. Pemahaman tari adalah suatu kelembutan yang indentik dengan feminimitas juga dapat mempengaruhi gejala ini.
Benarkah tidak ada penari putra? jawabanya tentunya tidak benar, karena di Jawa Timur masih ada penari pria walau bila dibandingkan dengan yang wanita jumlahnya tidak sebanding. Hal ini menunjukan suatu perkembangan yang signifikan bila dibanding dengan kehidupan tari di masa lampau. Kehidupan tari di masa lampau jumlah penari wanita nyaris tidak ada karena dilarang oleh nilai-nilai tradisi yang berkembang pada saat itu. Hampir seluruh penari di masa itu dilakukan oleh kaum pria, walau jenis tarian yang diekspresikan adalah jenis tarian putri. Oleh karena itu keudian banyak kita temukan budaya travesti dalam dunia tari kita.
Bila hal ini benar upaya apakah yang dapat kita perbuat untuk memecahkan persoalan ini, apa juga kita biarkan begitu saja karena hal ini tidak penting bagi kita semua.
Ironisnya dari berbagai iven dan keanggotaan dalam sanggar, tercatat tidak banyak penari putra yang ambil bagian dari semuanya. Kecenderungannya kemudian banyak sekali koreografi-koreografi baru yang bentuk tarinya lebih mengekpresikan feminimisme. Kesannya kemudian dunia tari adalah dunia wanita, sampai-sampai bila ada seorang anak laki-laki ingin belajar menari dianggap akan menjadi seorang 'banci' atau waria.
Hal ini terjadi juga bukan karena tidak ada alasan, penyebabnya di antaranya adalah pengguna jasa tari lebih cenderung memilih tarian atau penari putri sebagai media ekspresi dalam performance-nya. Pemahaman tari adalah suatu kelembutan yang indentik dengan feminimitas juga dapat mempengaruhi gejala ini.
Benarkah tidak ada penari putra? jawabanya tentunya tidak benar, karena di Jawa Timur masih ada penari pria walau bila dibandingkan dengan yang wanita jumlahnya tidak sebanding. Hal ini menunjukan suatu perkembangan yang signifikan bila dibanding dengan kehidupan tari di masa lampau. Kehidupan tari di masa lampau jumlah penari wanita nyaris tidak ada karena dilarang oleh nilai-nilai tradisi yang berkembang pada saat itu. Hampir seluruh penari di masa itu dilakukan oleh kaum pria, walau jenis tarian yang diekspresikan adalah jenis tarian putri. Oleh karena itu keudian banyak kita temukan budaya travesti dalam dunia tari kita.
Bila hal ini benar upaya apakah yang dapat kita perbuat untuk memecahkan persoalan ini, apa juga kita biarkan begitu saja karena hal ini tidak penting bagi kita semua.
Senin, 06 Juni 2011
melihat karya tari mahasiswa sendratasik FBS UNESA
Setiap tahun pada akhir semester genap, para mahasiswa jurusan sendratasik selalu menyajikan karya seni (drama, tari, dan musik) bagi yang tugas akhirnya menempuh jalur kekaryaan. Pada tahun ini kurang lebih ada 8 karya tari yang ditampilkan oleh mereka, diantaranya karya sdr. Esa, Alit, Evita Lulut, Erfina, Eka, Wheny dan Adista, serta Supriyadi.
beberapa karya tari dijasikan disajikan di Gedung PertunjukanSawunggaling Universitas Negeri Surabaya dan sebagian lainya di luar Unesa. pertunjukan karya tari yang dipentaskan di Gedung Pertunjuan Sawunggaling Unesa dilaksanakan selama tiga hari, yakni pada hari Jumat, sabtu, dan minggu tanggal 27 - 29 mei 2011 pukul 14.00 sampai dengan 17.00
Pada prinsipnya, bahwa karya-karya yang mereka tampilkan sudah memberikan warna tersendiri dalam membangun ekspresi dari gagasan yang mereka miliki. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka tahun ini mereka sudah menunjukan keberagaman gaya yang pada akhirnya dapat menunjukan pernak-pernik keberagaman penampilan. Gagasan dasar dari sebuah konsep sebagai sumber garap telah mereka tunjukan dengan baik. Ini tentunya sangat dibutuhkan dalam rangka menggali potensi diri, dan pengembangan karakter individual sebagai potensi unik dari masing-masing mahasiswa.
beberapa karya tari dijasikan disajikan di Gedung PertunjukanSawunggaling Universitas Negeri Surabaya dan sebagian lainya di luar Unesa. pertunjukan karya tari yang dipentaskan di Gedung Pertunjuan Sawunggaling Unesa dilaksanakan selama tiga hari, yakni pada hari Jumat, sabtu, dan minggu tanggal 27 - 29 mei 2011 pukul 14.00 sampai dengan 17.00
Pada prinsipnya, bahwa karya-karya yang mereka tampilkan sudah memberikan warna tersendiri dalam membangun ekspresi dari gagasan yang mereka miliki. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka tahun ini mereka sudah menunjukan keberagaman gaya yang pada akhirnya dapat menunjukan pernak-pernik keberagaman penampilan. Gagasan dasar dari sebuah konsep sebagai sumber garap telah mereka tunjukan dengan baik. Ini tentunya sangat dibutuhkan dalam rangka menggali potensi diri, dan pengembangan karakter individual sebagai potensi unik dari masing-masing mahasiswa.
Minggu, 05 Juni 2011
Berita Duka:
innalillahi wa innalillahi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah adik kami tercinta Sapto Aji Prasetyo (Totok) hari minggu, 5 Juni 2011. pk. 07.06 waktu new york US. Segenap keluarga mohon maaf bila almarhum semasa hidupnya telah kilaf, dan mohon do'anya semoga arwahnya diterima di sisi Allah ST, Amin.......... Jenazah dimakamkan di New York US
Langganan:
Postingan (Atom)