Ketika saya ingin memahami seluk beluk Wayang Orang - sebut WO - di THR (Taman Hiburan Rakyat) Surabaya, saya mencoba untuk selalu ikut dalam pertunjukannya. Kesertaan ini saya lakukan dengan cara terlibat sebagai pemain WO. Dengan demikian akan bisa merekam berbagai permasalah yang muncul dalam pertunbuhan WO THR ini.
Ada sebagian kecil masalah yang sempat saya dengarkan pada waktu menjelang datangnya Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriah. Ketika itu merupakan pementasan terakhir WO yang digelar pada masa bulan puasa tahun 2011. Kebiasaan pada pemain ketika menjelang pertunjukan dimulai sekitar pukul 19.00, semua pemain termasuk sutradara berkumpul untuk mengadakan penuangan (istilah mereka) yang maknanya dalam kegiatan tersebut adalah memberikan penjelasan materi atau alur oleh sutradara kepada seluruh para pemain termasuk dalang dan pengendang. Harapanya seluruh isi adegan beserta kekuatan dramatik cerita yang akan dibawakan dapat di interpretasikan oleh seluruh pemain dan sekaligus membangun kesepakatan artistik baik dari sutradara dengan pemain, maupun antara pemain dan pemain.
Dalam acara penuangan yang biasanya khusus hanya menyampaikan persoalan artistik, saat itu ada masalah yang saya anggap menarik untuk didengar yakni masalah yang berkait dengan hal-hal nasib atau keberlangsung kehidupan WO atau termasuk juga para pemainnya. Arah pembicaraan tersebut berkisar pada perolehan THR (Tunjangan Hari Raya) para pemain dan sistem manajemen keuangan. Bila didengarkan, maka seolah nasib para pemain dan sekalis WO sangat tergantung dari suport dana yang selama ini diberikan oleh pihak UPTD Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Apabila suport ini dihentikan, maka tidak mustahil bahwa WO di THR Surabaya bernasib sangat buruk sekali.
Dari masalah ini tampaknya WO THR Surabaya harus mendapatkan sumbangsih pemikiran yang cemerlang guna mengatasi berbagi terpaan masalah yang dapat menghancurkan masa depan WO.
Ada sebagian kecil masalah yang sempat saya dengarkan pada waktu menjelang datangnya Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriah. Ketika itu merupakan pementasan terakhir WO yang digelar pada masa bulan puasa tahun 2011. Kebiasaan pada pemain ketika menjelang pertunjukan dimulai sekitar pukul 19.00, semua pemain termasuk sutradara berkumpul untuk mengadakan penuangan (istilah mereka) yang maknanya dalam kegiatan tersebut adalah memberikan penjelasan materi atau alur oleh sutradara kepada seluruh para pemain termasuk dalang dan pengendang. Harapanya seluruh isi adegan beserta kekuatan dramatik cerita yang akan dibawakan dapat di interpretasikan oleh seluruh pemain dan sekaligus membangun kesepakatan artistik baik dari sutradara dengan pemain, maupun antara pemain dan pemain.
Dalam acara penuangan yang biasanya khusus hanya menyampaikan persoalan artistik, saat itu ada masalah yang saya anggap menarik untuk didengar yakni masalah yang berkait dengan hal-hal nasib atau keberlangsung kehidupan WO atau termasuk juga para pemainnya. Arah pembicaraan tersebut berkisar pada perolehan THR (Tunjangan Hari Raya) para pemain dan sistem manajemen keuangan. Bila didengarkan, maka seolah nasib para pemain dan sekalis WO sangat tergantung dari suport dana yang selama ini diberikan oleh pihak UPTD Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Apabila suport ini dihentikan, maka tidak mustahil bahwa WO di THR Surabaya bernasib sangat buruk sekali.
Dari masalah ini tampaknya WO THR Surabaya harus mendapatkan sumbangsih pemikiran yang cemerlang guna mengatasi berbagi terpaan masalah yang dapat menghancurkan masa depan WO.