Jumat, 30 November 2012
FESTIVAL TARI GURU (Menjangkau Yang Tak Terjangkau)
Jumat, 02 November 2012
ESTETIKA LINGKUNGAN SEBUAH ALTERNATIF
Fenomena dalam pertumbuhan seni pertunjukan saat ini adalah kemasan yang selalu diarahkan pada estetika pertunjukan prosenium, benarkah? Jawabnya tidak juga, karena masih sering pula kita lihat pertunjukan yang tidak disajikan dalam kemasan panggung prosenium. Di beberapa daerah yang belum mempunyai panggung-panggung prosenium masih dengan kebiasaannya selalu menggelar pertunjukan di tempat-tempat 'seadanya' yang mereka miliki. Beberapa pertunjukan musik misalnya, masih sering dan bahkan dapat dikata menjamur untuk menggunakan pertunjukan outdoor atau terbuka. Bila dililat dari perspektif ini, maka seolah pertumbuhan seni pertunjukan kita tidak dalam ambang yang perlu kita bahas. Namun demikian bila kita cermati lebih jauh, sering kita saksikan pertunjukan-pertunjukan baik itu dalam forum-forum festival, lomba, atau pertunjukan karya kelas dan karya akhir mahasiswa di suatu perguruan tinggi yang membina seni memiliki kecenderungan menggunakan stage procenium -atau paling tidak menggunakan panggung- sebagai arena pergelarannya.
Konsep panggung semacam ini biasanya memiliki karakteristik penonton yang searah (hanya dilihat dari sisi depan)dan juga memberikan jarak antara pertunjukan dengan penonton.
Panggung atau arena yang semacam ini sebetulnya bukanlah milik kesenian kita. Kesenian kita pada awalnya hanya disajikan pada arena yang sangat akrab dengan penonton atau bahkan lingkungannya yaitu di tengah lapang dan bisa dilihat dari berbagai sisi. Tonil yang pada zaman penjajahan sering dihadirkan untuk menghibur para Kompeni dan kroninya di Indonesia mulai memperkenalkan bentuk pertunjukan yang menggunakan prosenium sebagai arenanya. Perkembangan pertunjukan kita tampaknya kemudian banyak terpengaruh dengan arena semacam ini terutama pada kesenian wayang orang dari mangkunegaran. Bukan hanya itu, bahkan kesenian-kesenian rakyat yang banyak berkembang di desa-desa juga turut terpenngaruh walau sarana dan prasarana yang dimiliki belum cukup untuk dikatakan ideal. Perkembangan konsep panggung semacam ini kemudian juga diperkuat oleh sekolah-sekolah formal kesenian yang pada saat itu bermunculan. Konsep dan ilmu-ilmu pertunjukan banyak mengadopsi dari Barat.
Hal ini ternyata memiliki dampak terhadap kuailitas seniman kita. Banyak para seniman yang kemudian tidak lagi mengakrabi lingkungan sebagai sumber pendewasaan berkesenaannya. Tentunya hal ini tidak juga dikatakan salah, namun akibatnya terjadi pendangkalan-pendangkalan nilai, sikap, serta wawasan berkesiannya. Banyak suara yang dilontarkan baik dalam forum formal maupun non, bahwa seniman kita mulai 'kehilangan' spiritualitas, emosilitas, dan bahkan intelektualitas; yang mereka kuasai hanyalah teknik dan bentuk fisik semata.
Dari fenomena ini mungkinkah kita berusaha mencoba menggali lagi potensi lingkungan sebagai modal dalam proses berkesenian kita. Pada akhirnya kita akan menemukan jati diri sebagai seniman yang mampu mengolah lingkungan sebagai dasar estetika berkesenian kita. tentunya ini sebuah wacana yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif.....
Jumat, 05 Oktober 2012
MAHASISWA UNESA MENG-CREAT KESENIAN BESUT
Besut (Besutan) adalah suatu bentuk kesenian yang dilahirkan oleh seorang bernama Besut, berasal dari kota Jombang Jawa Timur. Kesenian ini bermula dari kebiasan Besut dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya yaitu mengamen. Dengan bentuk monolog besut selalu membawakan cerita yang berkisar pada persoalan sosial, dan selalu menokohkan dirinya sebagai pelaku dari cerita yang digambarkan. Selain dirinya masih terdapat tokoh-tokoh lainnya yang selalu hadir dalam kisahnya, yaitu Paman Jamino, Rusmini, dan Somo Gambar.
Dari fenomena kesenian ini, dua orang mahasiswa jurusan Sendratasik Unesa bernama Uut dan Vivin mencoba mencipta sebuah pertunjukan tari yang diberi judul Besut Beset. Tidak jauh dari kebiasaan besut dalam mengisahkan dirinya, dua penata tari muda ini ingin mengangkat perasaan seorang besut yang tidak lagi mendapat perhatian atau kasih sayang dari seorang istri bernama Rusmini. Peradaban modern yang kapitalis mampu mempengaruhi bahkan merubah sifat dan karakter seorang Rusmini yang menjadi konsumtif dan egois. Ketika segala sesuatu telah mudah dicapai atau didapat oleh seorang Rusmini, maka dengan mudah pula ia meninggalkan apa yang telah dimiliki sebelumnya sekalipun itu adalah suami tercinta. Puncak dari sajian pertunjukan tari tersebut memberikan gambaran perasaan seorang Besut yang terbeset-beset hatinya karena ditinggal sang istri tercinta. Tampaknya pesan moral inilah yang ingin disampaikan oleh dua penata tari muda dari Unesa ini.
Selain menyampaikan pesan moral yang menarik, karya yang ditata dengan konsep pertunjukan prosenium ini secara visual juga memberikan kesan sangat spektakuler. Kemampuan teknik gerak yang sangat bagus dari para penarinya yang berjumlah lima orang mahasiswa tersebut, memberikan kesan ruang yang bersih dan enak ditonton. Kecermatan koreografer dalam mengungkap budaya kesenian Besutan memberikan kesan koroegrafi yang sangat unik. Demikian pula talenta para penari yang sangat bagus dalam mengekpresikan karya tari ini, membuat pertunjukan menjadi hidup. Susunan- susunan gerak yang dipadu dengan musik, busana, properti, serta setting memberikan kesan yang dinamis dan cukup efektif dalam menyibolkan suasana dan peristiwa yang ingin digambarkan.
Karya Tari ini sengaja dikemas, dipersiapkan untuk mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional yang diselanggarakan di Mataram dan diikuti oleh berbagai Perguruan Tinggi se-Indonesia. Tari Besut Beset ini merupakan perwakilan dari BPSMI Jawa Timur dalam rangka kesertaanya mengikuti Peksiminas tersebut. Hasil yang diraih dalam kegian ini ternyata, tari yang di beri judul Besut Beset ini mendapatkan nominasi juara ke III dari seluruh sajian tari yang dikuti oleh Perguruan Tinggi se-Indonesia.
Dari fenomena kesenian ini, dua orang mahasiswa jurusan Sendratasik Unesa bernama Uut dan Vivin mencoba mencipta sebuah pertunjukan tari yang diberi judul Besut Beset. Tidak jauh dari kebiasaan besut dalam mengisahkan dirinya, dua penata tari muda ini ingin mengangkat perasaan seorang besut yang tidak lagi mendapat perhatian atau kasih sayang dari seorang istri bernama Rusmini. Peradaban modern yang kapitalis mampu mempengaruhi bahkan merubah sifat dan karakter seorang Rusmini yang menjadi konsumtif dan egois. Ketika segala sesuatu telah mudah dicapai atau didapat oleh seorang Rusmini, maka dengan mudah pula ia meninggalkan apa yang telah dimiliki sebelumnya sekalipun itu adalah suami tercinta. Puncak dari sajian pertunjukan tari tersebut memberikan gambaran perasaan seorang Besut yang terbeset-beset hatinya karena ditinggal sang istri tercinta. Tampaknya pesan moral inilah yang ingin disampaikan oleh dua penata tari muda dari Unesa ini.
Selain menyampaikan pesan moral yang menarik, karya yang ditata dengan konsep pertunjukan prosenium ini secara visual juga memberikan kesan sangat spektakuler. Kemampuan teknik gerak yang sangat bagus dari para penarinya yang berjumlah lima orang mahasiswa tersebut, memberikan kesan ruang yang bersih dan enak ditonton. Kecermatan koreografer dalam mengungkap budaya kesenian Besutan memberikan kesan koroegrafi yang sangat unik. Demikian pula talenta para penari yang sangat bagus dalam mengekpresikan karya tari ini, membuat pertunjukan menjadi hidup. Susunan- susunan gerak yang dipadu dengan musik, busana, properti, serta setting memberikan kesan yang dinamis dan cukup efektif dalam menyibolkan suasana dan peristiwa yang ingin digambarkan.
Karya Tari ini sengaja dikemas, dipersiapkan untuk mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional yang diselanggarakan di Mataram dan diikuti oleh berbagai Perguruan Tinggi se-Indonesia. Tari Besut Beset ini merupakan perwakilan dari BPSMI Jawa Timur dalam rangka kesertaanya mengikuti Peksiminas tersebut. Hasil yang diraih dalam kegian ini ternyata, tari yang di beri judul Besut Beset ini mendapatkan nominasi juara ke III dari seluruh sajian tari yang dikuti oleh Perguruan Tinggi se-Indonesia.
Minggu, 30 September 2012
PENGANTAR PENGETAHUAN TARI
A.
PENGERTIAN
Untuk memberikan pengertian
atau batasan yang tepat pada istilah seni tari tidaklah mudah, karena sifat dan
ragamnya sangat dinamis. Sudah banyak tokoh seni tari yang mencoba memberikan
pengertian atau batasan tentang seni tari ini, namun hasilnya berbeda-beda dan
sangat dipengaruhi oleh latar belangkan serta pandangannya terhadap seni tari
itu sendiri. Hal ini kemudian dapat memberikan gambaran, bahwa siapa saja dapat
menafsirkan pandangannya terhadap seni tari. Pada akhirnya batasan seni tari
kemudian menjadi sangat subjektif. Walaupun demikian tentunya masing-masing
pendapat yang diutara tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh pembuatnya.
Menurut seorang John Martin
dari Amerika yang ditulis dalam bukunya berjudul The Modern Dance, tari adalah gerak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
gerak adalah subtansi dari tari merupakan pengalaman fisik yang sangat
elemneter dari kehidupan manusia. Gerak bukan hanya terdapat pada seluruh deyut
tubuh manusia dalam menhayati kehidupan, tetapi juga merupakan ekspresi dari segala pengalaman
emosi manusia.
Seorang Curt Sachs dari Jerman
dalam bukunya yang berjudul World History
of The Dance, Mengemukakan bahwa tari adalah gerak yang ritmis. Dari definisi
ini Curt Sachs lebih memberikan tambahan pengertian bahwa tari itu bukan
semata-mata gerak, karena gerak belumlah cukup memberikan jawaban terhadap
pengertian tari. Menurutnya gerak dalam tari adalah gerak yang indah, yang
telah mengalami stilisasi dan memiliki pola ritmis. Oleh karenanya ditambahkan
unsur ritmis dalam batasan yang dibuatnya.
Berbeda dengan Kamaladevi
Chattopadhyaya dari India, menyatakan bahwa tari itu merupakan suatu insting, suatu
desakan emosi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi
pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang lama kelamaan nampak
mengarah pada bentuk-bentuk tertentu. Pendapat ini lahir didasarkan pada
pemahaman bahawa tari itu adalah kodrat atau insting bagi manusia, dan bahwa
materi dasar tari adala gerak dan ritme.
Corrie Hartong dalam bukunya Danskunst, lebih merinci lagi
pendapatnya tentang tari melalui pedekatan unsur yang terkait dengan
pembentukan tari ini sendiri. Tari adalah gerak-gerak yang berbentuk dan ritmis
dari badan di dalam ruang. Pendapat ini memberikan pengertian bahwa tari itu
adalah rangkaian gerak yang memiliki bentuk dan berirama, dihadirkan dari tubuh
penari yang membutuhkan ruang.
Soedarsono dalam Dua Pusat Perkembangan Tari Tradisional di
Indonesia memberikan pendapat, bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia
melalui gerak-gerak ritmis yang indah. Selanjutnya dikatakan bahwa gerak-gerak
ritmis dalam tari itu merupakan subtansi dasar tari, namun bila gerak ritmis
itu adalah gerak keseharian atau gerak natural maka belum dapat dikatakan tari.
Gerak ritmis dalam tari haruslah mengalami stilisasi agar lahir keindahan, dan
keindahan di sini bukan sekedar bermakna bagus namun mampu memberikan kepuasan
kepada orang lain.
Pendapat tentang batasan yang
dikemukaan oleh beberapa tokoh ini pada prinsipnya telah memberikan pemahaman
hakikat seni tari pada umumnya. Bagi penuis masih ada hal lain yang perlu
diketahui lebih dalam dari apa yang telah diutarakan dalam batasan seni tari
tersebut, sehingga ada pemahaman gerak ritmis yang indah itu menunjukan sifat
seni dan yang bukan seni. Mengacu pada
sifat dasar seni yang paling prinsip dan yang dapat membedakan antara seni dan
bukan seni adalah sifat indah dan
kreatif, maka bagi penulis batasan seni
tari selengkapnya bila ditambah dengan prinsip kreatif. Jadi bagi penulis seni tari adalah ekspresi
jiwa manusia yang diungkap secara kreatif melalui media gerak tubuh manusia
yang bertenaga dan berirama di dalam ruang serta membangun keindahan.
B.
UNSUR TARI
Banyak yang mengatakan bahwa
tari itu adalah gerak, sehingga substansi yang paling penting dalam tarian
adalah gerak. Pendapat ini seolah-olah gerak bisa hidup sendiri dalam tari.
Kalau disimak secara seksama, maka tari itu memiliki bermacam unsur, yakni:
1.
GERAK
Gerak, pada
dasarnya adalah proses perpindahan atau peralihan dari satu pose menuju pose
yang lainnya. Dalam pengertian ini berarti gerak juga merupakan sebuah
pergeseran dari satu tepat menuju tempat yang lainnya. Bila dilihat secara
seksama, maka ada beberapa macam gerak dalam kehidupan ini, yakni:
a.
Gerak Keseharian,
adalah gerak yang dilakukan manusia untuk melakukan aktivitas kebutuhan
sehari-hari, misalnya: berjalan, berkerja, makan/minum, dan sebagainya.
b.
Gerak Reflek,
adalah geraknya yang dilakukan seseorang atas reaksi seketika akibat terkena
sesuatu dari luar dirinya. Gerak ini sifatnya spontan atau tiba-tiba dan tidak
terpikirkan lebih dahulu sehingga bentuknya tidak terkontrol. Contonya ketika
seseorang terkena sengatan aliran listrik, tersetuh barang panas, terkejut
ketika secara mendadak dicolek atau ditepuk bahunya oleh orang lain, dan
sebagainya
c.
Gerak Kesegaran Jasmani,
adalah gerak yang dilakukan seseorang untuk tujuan kesegaran jasmani atau
terapi fisik, misalnya senam, yoga, atau gerak-gerak terapi fisik lainya yang
dilakukan seorang tutor dalam penyembuhan sakit.
d.
Gerak stilisasi,
adalah gerak yang bertujuan untuk mengekspreskan perasaan seseorang yang ingin
dikomunikasikan kepada orang lain. Gerak ini telah mengalami stilisasi dari
gerak wantah, atau dapat pula merupakan hasil dari penyimbolan seseorang
terhadap suatu peristiwa. Jadi yang dimaksud gerak stilisasi disini adalah
gerak yang sering kita saksikan dalam seni pertunjukan, yaitu gerak untuk
tujuan ungkapan estetik.
Gerak Dalam
Pertunjukan Tari sangatlah berbeda dengan gerak pada umumya. Dalam tari gerak
sudah mengalami stilisasi atau bahkan distorsi, dan terpola dalam tatanan
ritmis. Walau demikian gerak dalam pertunjukan tari masih dapat dibedakan atas
lima macam, yakni:
a.
Gerak terpola,
yakni gerak yang memiliki terpola baik bentuk, teknik, dan ritmenya. Gerak
semacam ini biasanya dalam tari disebut ragam, motif, atau kalimat. Berdasarkan
pada kualitas gerak, maka dapat dibedakan atas kualitas yang bergetar,
mengayun, patah-patah, atau mengalun.
b.
Gerak spontan,
gerak ini sering terjadi atau sering kita saksikan dalam seni pertunjukan
tradisi kita. Merupakan gerak yang dilakukan oleh seorang penari secara
tiba-tiba dan biasanya sesaat, sehingga bentuknya semacam gerak reflek. Hadir
karena secara spontan menanggapi atau merespon kajadian sesaat dalam sebuah
adegan. Misalnya dalam adegan lawakan, seorang pelawak membuat kejutan terhadap
kawan bermainnya dan secara tiba-tiba kawan bermain tersebut membuat gerak
spontan, atau dalam adegan perang biasanya gerak ini sering muncul. Karakter
gerak ini biasanya tidak terpola baik bentuk, teknik, maupun ritmenya.
c.
Gerak improvisasi,
yakni gerak yang dilakukan oleh seorang penari secara tiba-tiba atas upaya
kreatifnya menanggapi situasi atau suasana adegan saat di atas panggung.
Walaupun dilakukan oleh seorang penari secara tiba-tiba, namun gerakan ini
masih memiliki kontrol terhadap bentuk, teknik, dan ritmenya.
d.
Gerak maknawi, adalah
gerak yang memiliki makna atau gerak yang
mengandung arti. Dalam jenis ini, gerakan seorang penari di atas panggung merupakan
gerak yang menggambarkan atau bahkan menyimbolkan sesuatu yang ingin
disampaikan kepada penonton. Kalau kita memilihat pertunjukan tari yang jenis
dramatari, maka gerak-gerak manakwi ini akan sering mucul. Hal ini disebabkan
oleh karakter dramatari yang selalu ingin memperjelas pesan atau isi yang
dibawakan dalam tarian. Gerak maknawi ini adalah gerak yang diciptakan dari
usaha stilisasi atau bahkan distorsi dari gerak keseharian atau gerak wantah.
Bentuk-bentuk stilisasi misalnya dalam bentuk gerak tradisi kita adalah gerak
ulap-ulap, wedi kengser, usap rawis, lumaksana, dan sebagainya. Lebih jauh dari
sebuah upaya stilisasi yaitu distorsi dapat melahirkan gerak simbolis yang
terkadang tidak dapat lagi diketahui asal atau maksud penyimbolannya.
e.
Gerak murni,
adalah gerak yang diciptakan atas dasar pertimbangan gerak semata tanpa memikirkan
tema atau makna yang terlahir dari gerak tersebut. Gerakan ini sering kita saksikan
dalam komposisi tari yang memiliki bentuk gerak dan lagu. Seringkali gerak yang
muncul semata hanya penggabungan antara gerak dan ritme musik dengan tanpa
memikirkan kepentingan isi yang terkandung dalam tarian.
2.
MUSIK
Musik dalam
tari adalah suatu pola ritmis yang dapat memberikan makna, struktur, dinamika,
serta kekuatan gerak tari. Gerak tanpa musik rasanya belum lengkap, walau musik
yang dihadirkan adalah unsurnya saja; misalnya ada gerak tari yang tidak
menggunakan musik secara fisik sebagai pengiring, namun unsur musik yang
dinamakan ritme harus selalu dipertimbangkan kalau gerak tersebut ingin
bermakna, memiliki struktur, dinamika, serta kekuatan. Dalam tari musik dapat
hadir dengan bentuk yang eksternal ataupun internal. Dalam bentuk eksternal
musik hadir dari luar diri penari, sedangkan nternal musik datang dari tubuh
penari misalnya dengan tepukan, vokal dan sebagainya.
Untuk iringan tari, musik dapat
dibedakan dalam tiga jenis yakni:
a.
Musik
sebagai pengiring tari, bila hadirnya musik hanya diperankan untuk mengiringi
sebuah tarian.
b.
Musik
sebagai illustrasi, bila hadirnya musik sekedar berperan sebagai bentuk
ilustrasi dari sebuah tarian.
c.
Musik
sebagai patner gerak, bila hadirnya musik dalam tari bukan semata mengiringi,
atau menjadi latar, namun lebih memiliki karakter untuk dapat bersama-sama
mengekspresikan maksud dari tarian.
3.
TATA RIAS DAN BUSANA
Adalah
segala macam benda yang melekat pada tubuh penari, selain berfungsi sebagai
penutup tubuh, juga memperindah seseorang dalam tampilannya. Tata rias dan
busana dalam seni tradisi kita masih memiliki fungsi yang sangat penting. Kehadirannya
dalam sebuah pertunjukan tari, keduanya apakah tatarias atau tatabusana secara
umum dapat memperkuat ekspresi, penokohan, serta keindahan. Selain itu ia juga
dapat memberikan menggabarkan peristiwa di atas panggung tentang siapa,kapan,
dan dimana peristiwa yang digambarkan dalam pertunjukan itu terjadi.
4.
PROPERTI
Merupakan alat
atau apapun yang dimainkan oleh penari di atas panggung (arena pentas).
Kehadiran properti biasanya digunakan untuk membantu memperjelas karakter,
peristiwa, ruang, atau bahkan memamerkan ketrampilan teknik dari para penari di
atas panggung. Misalnya: keris, gada, payung, sampur, bangku, dan sebagainya.
5.
SETTING
Adalah
suatu penataan benda-benda (skeneri) di atas panggung. Setting ini biasanya
berfungsi untuk membantu memperjelas peristiwa atau kejadian yang sedang
digambarkan dalam tarian. Ada yang bentuknya dua demensi, ada pula yang tiga
demensi. Bentuk dua demensi biasanya terbuat dari kain bisa diberi lukisan dan
dipasang sebagai border atau teaser. Adapun yang tiga demensi biasanya tiruan
benda sesungguhnya ditata dalam arena panggung. Bentuk-bentuk setting semacam
ini sering kita saksikan dalam seni pertunjukan tradisi kita.
6.
LIGTHING
Adalah
suatu penataan cahaya di arena pentas. Sumber cahaya dapat dibedakan atas
sumber cahaya dari tenaga surya (matahari), api (obor, lilin, dan sejenisnya),
dan tenaga listrik (lampu). Dari sumber cahaya yang berbeda akan membawa efek
yang berbeda pula. Dalam pertunjukan yang menggunakan waktu siang hari dan
dilaksanakan di tanah lapang biasanya sumber cahaya menggunakan matahari.
Sedangkan pertunjukan yang dilakukan dalam gedung tertutup, bisa menggunakan sumber
cahaya api atau listrik (lampu). Walaupun sumber cahaya api dapat digunakan
dalam gedung tertutup, namun hal ini sangat kurang aman, asapnya pun kadang
sangat mengganggu penonton apabila berlebihan.
Dilihat
dari fungsi atau tujuan penataan cahaya dalam arena pentas ini dapat dibedakan
atas dua fungsi, yakni fungsi penerangan dan fungsi penyinaran. Fungsi
penerangan, bila cahaya yang dihadirkan semata-mata hanya menerangi arena untuk
menghapus kegelapan. Penggunaan cahaya yang semacam ini sering disebut dengan general illumination. Adapun fungsi
penyinaran adalah bila cahaya yang dihadirkan bertujuan untuk membangun situasi
dramatik dari sebuah pertunjukan, tata cahaya yang semacam ini sering disebut
dengan specific illumination.
7.
ARENA PENTAS
Arena
pentas adalah arena tempat penari bermain atau menarikan sebuah tarian. Pada
dasarnya ada tiga jenis arena pentas yang paling banyak dikenal di Indonesia,
yakni:
a. Pangung
Prosenium
Pangung prosenium adalah
panggung yang berbingkai, di sisi samping terdapat wing dan di bagian atas ada
teaser. Bentuk panggung ini dulunya dibawa orang-orang Belanda ketika hendah
mementaskan tonil di Indonesia. Jenis panggung ini sampai kini banyak dimiliki
oleh lembaga-lembaga kesenian, atau bahkan seni pertunjukan tradisi kita yang
menggunakannya. Misalnya, seni pertunjukan Janger/Damarwulan, Wayang Orang,
Ludrug, dan sebagainya.
b. Pendapa
Arena ini Sudah lama menjadi
arena pertunjukan di Jawa khususnya. Pendapa ini asalnya digunakan untuk seni
pertunjukan di istana Jawa. Ciri bentuk yang sangat khas adalah adanya tiang
penyangga bangunan yang sering disebut saka.
Pendapa ini banyak dimiliki oleh lembaga-lembaga pemerintah di Jawa dari Lurah
hingga Gubernur.
c. Arena
Terbuka
Adalah panggung atau arena
pertunjukan yang bentuknya terbuka tanpa diberi atap. Jenis arena ini memiliki
bentuk yang beragam, bisa merupa tanah lapang, amphi teater, halaman pura di
Bali, panggung yang dibuat terbuka berada di tengah lapang, dan sebagainya.
Dari ketujuh elemen tari ini
tidak selalu hadir bersamaan dalam sebuah tarian, kadang ada tarian yang tidak
menggunakan properti atau yang lainnya. Ketujuh hal ini setidaknya sering kita
temui dalam berbagai tari. Oleh karenanya penulis merinci ketujuh hal ini
merupakan unsur yang terdapat dalam tarian.
C.
RAGAM TARI DI INDONESIA
Untuk membahas ragam tari di
Indonesia rasanya sangat sulit, hal ini disebabkan oleh beragamnya tari yang
berkembang dalam masyarakat. Untuk itu dalam pebahasan ragam tari di sini
tidaklah mampu menjangkau seluruh tari di indonesia, hanya ditekankan pada ragam
tari yang lebih dekat dengan kehdupan kita terutama penuls. Dalam pembahasanya
akan diurai beradasar pada beberapa pandangan, yaitu: 1) berdasar pada
periodisasi, Koreografi, tema, jumlah penari, dan fungsinya.
1.
BERDASAR PERIODISASINYA
Menengok
ragam seni tari berdasar preiodisasinya dapat di kelompokan pada zaman
primitif, feodal, moderen.
a.
Zaman Primitif
Tarian
Primitif (sederhana) adalah tarian yang berkembang dan didukung oleh masyarakat
yang memiliki budaya atau peradaban sederhana. Menurut periodisasi kebudayaan,
zaman masyarakat primitif (sederhna) di Indonesia berkisar pada 20.000 S.M
sampai pada 400 M. Pada masa ini, masih dibagi dalam zaman batu, zaman Logam (perunggu
dan besi). Berdasar data peninggalan sejarah kebudayaan Indonesia, belum
ditemukan informasi yang pasti tentang tarian yang berkembang pada saat itu. Namun
demikian bukan berarti bawa masyarakat prasejarah di Indonesia tidak memiliki
budaya menari. Tarian pada zaman Batu, ada kemungkinan hanya diiringi dengan
sorak sorai serta tepuk tangan, baru pada zaman Logam ditemukan nekara yang di
sekelilingnya terdapat gambar penari dengan menggunakan hiasan bulu-bulu burung
dan daun-daunan di kepalanya.
Pada tarian
primitif (sederhana), ciri yang paling menonjol adalah sifatnya yang magis dan
sakral, karena pola hidup masyarakat masa itu cenderung percaya bahwa alam
memiliki kekuatan yang bersifat magis. Oleh karenanya tari yang mereka lakukan
semata-mata hanya untuk kepentingan upacara. Nekara yang ditemukan pada zaman
Logam diperkirakan selain digunakan sebagai alat musik, juga dipukul
(dimainkan) pada saat upacara keagamaan serta hanya digunakan untuk mengiringi
tari-tarian agama yang bersifat magis dan sakral.
Bentuk tari
primitif relatif sederhana, menirukan gerakan alam dengan gerakan-gerakan
tangan, depakan kaki, dan kepala serta diiringi musik yang sederhana pula.
Biasanya dengan hentakan-hentakan kaki,
bergerak melingkar, suara-suara yang membangun ritmis dari penari dan
alat musik yang sederhana, serta kekuatan yang luar biasa dalam mengekspresikan
kehendaknya.
Bila
dicermati secara mendalam ada tiga jenis tari prmitif, yakni:
1)
Tari
religius, adalah tari yang dipergunakan sebagai sarana upacara; misalnya tari
pemujaan kepada roh, kesuburan.
2)
Tari
dramatik, tarian yang menggambarkan peristiwa dalam kehidupan mereka; misalnya
tari perang, tari percintaan.
3)
Tari
imitatif, tarian yang diciptakan dengan meniru alam sekitarnya dan biasanya
menirukan sesuatu yang sedang diburu; misalnya tari binatang.
Tarian
primitif pada saat ini tentunya tidak dapat lagi kita temukan, namun bila kita
lihat sepintas beberapa kesenian kita yang sampai saat ini masih hidup/berkembang
dan mencerminkan keberlanjutan bentuk tariaan primitif masih banyak kita
saksikan, misalnya: Kesenian Barong dari Banyuwangi dan Bali, Tarian perang
yang masih hidup dalam berbagai kepulauan di Indonesia, Tarian minta hujan, dan
sebagainya
b.
Zaman Feodal
Zaman
feodal adalah suatu zaman atau era yang masyarakatnya hidup dalam sistem
pemerintahan kerajaan. Sistem semacam ini ternyata dapat mempengaruhi bentuk
budaya atau kesenian yang berkembang di masyarakatnya. Hal yang paling terasa
adalah munculnya kesenian klasik yang dikembangkan masyarakat istana dan
kesenian kerakyatan yang dikemangkan oleh rakyat jelata. Kemudian ketika Islam
mulai masuk di Indonesia, banyak istana yang menganutnya dan itu juga kemudian
lahirlah beberapa kesenian yang bernuansa islami.
1)
Tari Klasik
Tari Klasik
adalah Tarian yang berkembang di lingkungan istana dan dimiliki oleh kaum
bangsawa istana. Ciri sifat dan bentuk tarian ini biasanya elite, formal,
normatif, berstruktur, dan kontemplatif. Elite, karena tarian ini hanya
berkembang dan hidup di lingkungan istana, dan tidak diperbolehkan tarini ini
berkembang atau bahkan dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Berbagai jenis
yang hidup dan berkembang pada tarian klasik ini, diantaranya:
a)
Tarian
Upacara
Tari Klasik
di Istana Jawa yang sangat tua dan berfungsi sebagai tarian upacara, baik
sakral ataupun seremonial adalah tari Bedaya dan Srimpi. Dua tarian ini
berkembang pada zaman kerajaan Mataram sekitar abad ke XVII. Tarian yang
dilakukan oleh penari wanita ini ada kemungkian merupakan kelanjutan dari
tari-tarian kuil pada zaman Hindu yang terlukis pada dinding candi. Hanya saja
kalau pada zaman Hindu penari-penari itu disebut devadasi yang artinya kekasih
dewa, sedangkan pada bedaya dan Srimpi adalah tarian untuk raja. Selain sebagai
tarian upacara, tari Bedaya dan Srimpi ini biasanya juga difungsikan sebagai
pembawa pusakan istana yang dianggap keramat.
Bedaya
adalah tarian yang dilakukan oleh sembilan orang penari yang masing-masing
penari dalam posisinya memiliki nama sendiri-sendiri, yakni: endel pojok,
batak, jangga, dada, buntil, apit ngajeng, apit wingking, endel weton ngajeng,
endel weton wingking. Penari yang paling memiliki peran penting dalam tarian
ini adalah batak. Dalam tarian ini biasanya menggambarkan sebuah cerita, namun
tidak disajikan dalam pertunjukan yang berdialog. Cerita yang disampaikan dalam
tarian ini lebih disimbolkan melalui ungkapan gerak serta posisi penari dalam
menciptakan ruang.
Ada dua
tari bedaya yang sangat dikenal dan berusia tua, yakni: bedaya Ketawang dan
bedaya Semang. Bedaya Ketawang diciptakan oleh Sultan Agung sekitar pada abad
ke XVII. Sedangkan bedaya Semang digubah oleh sultan Hamengku Buwana I pada
tahun 1792. Dalam keberlanjutannya bedaya Ketawang menjadi warisan budaya
keraton Surakarta dan bedaya Semang berkembang di keraton Yogyakarta. Ada yang
mngatakan bahwa bedaya Semang lebih tua dari bedaya Ketawang, namun hal ini
hanya menjadi debat yang kurang dapat dipercaya. Alasan bedaya Semang lebih
tua, karena gending semang yang digunakan untuk mengiring tarinya merupakan
gending yang lebih lengkap dari pada gending Ketawang yang merupakan bagian
dari gending Semang.
Tari bedaya
ini digambarkan sebagai tarian yang berfungsi sebagai media hubungan mistis
antara Sultan Agung dengan tokoh mistis Jawa yakni Nyi Roro Kidul penguasa laut
selatan pulau Jawa; yang selanjutnya hal ini diwariskan pada raja-raja
Mataram baik di Surakarta maupun
Yogyakarta. Hubungan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan bantu laskar Ratu
Nyi Rara Kidul yang tidak kelihatan secara wadak dalam menuntaskan segala
acaman yang terjadi di kerajaan Mataram. Selain kedua tari ini, kemudian pada
pemerintahan Hamengku Buwana II (Yogyakarta) lahir sebuah tari bedaya yang
dinamakan badaya Bedah Madiun. Tarian ini menggambarkan kerajaan Mataram ketika
dapat menundukan pemberontakan Bupti Madiun.
Tarian
klasik lainnya yang difungsikan untuk upacara adalah tari Srimpi. Tarian ini
diperankan oleh empat orang penari wanita yang menggabarkan peperangan antar
prajurit wanita satu dengan prajurit wanita lainnya. Komposisi empat penari ini
adalah komposisi tari berpasangan yang isinya, dua orang menggambarkan satu
tokoh dan dua orang lainnya juga menggambarkan tokoh yang lain. Sama halnya
dengan tari Bedaya, tarian ini menggunakan gerak yang halus dan disajikan
dengan tanpa menggunakan dialog walau di dalamnya mengandung unsur cerita.
Nama tarian
Srimpi biasanya diambil atau disesuaikan dengan nama gending atau musik
iringannya. Di Yogyakarta Sultan Hamengku Buwana V pernah menggubah sebuah tari
Srimpi yang agak lain yakni Srimpi Renggawati. Srimpi ini ditarikan oleh lima
penari dan mengisahkan Seorang prabu Anglingdarma yang menyamar sebagai burung
mliwis putih sedang mencari Dewi Setyawati sebagai penjelmaan Dewi Renggawati.
Walaupun
saat ini kedua tarian jarang sekali dipertunjukan, namun setidaknya tercatat
dalam sejarah kalau keduannya pernah menjadi tarian yang digunakan sebagai
sarana upacara, apakah itu upacara yang sakral atupun seremonial.
b)
Kreasi Baru
Dalam
perkembangannya, tarian klasik mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Berbagai upaya pengembangan
dilakukan oleh para seniman-seniman (penari/koreografer) klasik pada masanya.
Terutama ketika kebebasan berpendapat atau berkarya telah dibuka oleh
peradaban, maka pergerakan tarian klasik mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Tarian klasik bukan lagi milik istana, namun semua lapisan masyarakat telah
bebas untuk memelihara atau bahkan mengembangkan tarian ini. Dari sinilah
kemudian lahir karya-karya baru tari klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh
tari pada waktu itu dengan memberikan tema-tema baru dalam tariannya. Tarian
baru ini terkenal dengan istilah tari kreasi baru.
Tari kreasi
baru adalah suatu tarian yang diciptakan secara kreatif dengan berpijak pada
pengembangan vokabuler tradisi atau bisa pula klasik. Pada sekitar tahun 50-an
jenis tarian ini banyak diciptakan oleh seniman-seniman tradisi (klasik)
terutama di Jawa. Bentuk tari yang diciptakan pada saat itu masih berorientasi
pada struktur tarian klasik, dan dalam penggarapannya lebih menekanan
pengembangan isi atau tema tarinya. Contohnya: tari Tani, tari Batik, tari
Perjuangan, tari Ksatria, dan sebagainya.
Tari Tani, adalah tarian yang menggambarkan gerak-gerik petani
wanita Jawa dari menanam padi, menunggu padi saat menguning, menuai padi,
sampai pada menumbuk padi menjadi beras. Alur itu disajikan dengan menggunakan
gerak-gerak yang dikembangkan dari gerak klasik jawa dipadu dengan Sunda.
Penyajian tarinya cenderung berbentuk representatif dan menggunakan iringan
seperangakat gamelan jawa dengan bentuk campuran antara melodi Jawa dan Sunda.
Tarian ini diciptakan oleh seorang koreografer sekaligus penari istana dari
kota Yogyakarta yang bernama Bagong Kussudiardjo.
Tari batik, adalah tarian yang diciptakan oleh Bagong Kussudiardjo
yang menggambarkan gerak-gerik wanita Jawa sedanng membatik. Komposisi tarinya
memiliki kecenderungan dipada antara klasik Jawa dan Sunda. Iringannya
mengunakan seperangkat gamelan Jawa.
Tari
Perjuangan, adalah sebuah tarian yang
diciptakan oleh seorang penari klasik sekaligus koreografer dari Surakarta
bernama Raden Tumenggung Kusumakesawa. Gerak tarinya dikembangkan dari gerak
tari klasik gaya Surakarta, ditarikan oleh tiga sampai lima penari wanita dan
tiga sampai dengan lima penari pria. Penari wanti menggunakan properti panah,
dan penari pria membawa tombak. Tarian ini menggambarkan para pahlawan nasional
yang siap menghadapi musuh untuk membela negara. Musik iringan tari menggunakan
seperangkat gamelan Jawa.
Tari
Ksatria, merupakan sebuah tarian yang diciptakan oleh
seorang penari istana, koreografer, sekaligus penulis tari dari Yogyakarta
yakni Soedarsono. Tarian ini menggambarkan seorang kesatria Jawa yang sedang
berlatih perang dengan menggunakan senjata panah dan keris. Walaupun sudah
banyak gerak-gerak baru yang hadirkan, namun sang koreografer tetap menggunakan
gerak klasik Yogyakarta sebagai dasarnya.
Tarian ini menggunakan iringan seperangkat gamelan Jawa.
Ketika sekolah-sekolah
tari telah bermunculan, perkembangan tari di Indonesia semakin melejit.
Pengembangan-pengembang tari klasik di luar istana terkadang sudah melampaui
batas norma-norma yang telah dibangun oleh istana sebagai pemilik tarian.
Berbagai ekspresi masyarakat dengan bebas telah memberikan andil terhadap
pengembangan tarian ini.
c)
Petilan/tari
lepas
Jenis tari
Pethilan atau sering juga disebut tari lepas, adalah jenis tarian kreasi yang
disajikan dalam bentuk terpisah dari serangkaian asal-usul tarian itu berada.
Jadi tarian ini berasal dari pertunjukan yang sudah ada, kemudian dilepas atau
dipisah dari pertunjukan tersebut. Tarian ini bentuknya bisa berpasangan atau tunggal.
Contoh tarian ini adalah: Tari Klana Topeng, Tari Gambir Anom, Tari Gatutkaca
Gandrung, Tari G, dan sebagainya.
Tari Klana
Topeng, adalah sebuah tarian yang dipetil dari kesenian wayang topeng yang
melakonkan cerita Panji. Tarian ini menggambarkan seorang raja yakni Prabu
Klana Sewandana dari kerajaan Bantarangin sedang jatuh cinta kepada seorang wanita
yang bernama Dewi Sekartaji. Dalam gerak tariannya banyak menggambarkan
bagaimana seseorang berbenah diri dari mengatur rambut sampai menata busananya
untuk ingi bertemu kekasihnya.
Tari Gambir
Anom, tarian ini berasal dari Surakarta menggambarkan tokoh Gambir atau atau
Irawa salah satu putra Raden Harjuna yang sedang jatuh cinta kepada seorang
wanita. Tarian ini dipetil dari cerita Mahabarata yang sering dilakonkan dalam
wayang orang Tarian ini adalah tarian berkarakter putra, tetapi kadang sering
kita lihat ditarikan oleh seorang perempuan. Bentuk-bentuk travisti semacam ini
wajar terjadi di Indonesia.
Tari
gatutkaca Gandrung, adalah tarian yang berasal dari Surakarta; dipetil dari
cerita Mahabarata yang sering juga dilakonkan dalam pertunjukan wayang orang.
Menggambarkan Raden Gatut Kaca yang sdang kasmaran
atau jatuh cinta kepada salah seorang putri Raden Harjuna yang bernama Pergiwa.
Tari Panji
Semirang, tarian ini berasal dari Bali menggambarkan seorang tokoh panji
Semirang sedang bersiap-siap mencari kekasihnya. Karena dalam perjalan mencari
mungkin harus menghadapi musuh, maka digambarkan pula dalam tarian itu
gerak-garak keprajuritan. Tarian ini dipetil dari cerita Panji, dan karakternya
adalah tari putra halus. Pada kenyataannya tarian ini sering pula ditarikan
oleh seorang wanita.
d)
Dramatari
Dalam ragam
tari klasik di Indonesia terutama di Jawa terdapat jenis seni tari yang
tergolong pada pertunjukan dramatari. Dramatari adalah sebuah pertunjukan tari
yang memiliki kecenderungan untuk menggambarkan emosi serta kejadian dalam
hubungannya dengan kehidupan. Dari pengertian ini berarti penggambaran karakter
dan alur cerita dari sebuah peristiwa sangat menjadi sangat menonjol.
Jenis
dramatari ini berkembang sejak zaman moderen, dan memiliki dua jenis dramatari
yakni: yang menggunakan dialog dan yang tidak menggunakan dialog. Yang
menggunakan dialog disebut wayang woang dan sejenisnya; sedangkan yang tidak
menggunakan dialog disebut sendratari (merupakan singkatan seni drama dan
tari). dalam bentuk ini juga ada jenis opera jawa yang sering kita sebut denan
Langen Driya atau Langen Mandra Wanara.
Pada jenis
dramatari ini, sering dilakonkan cerita-cerita klasik yang orientasinya dari
Mahabarta, Ramayana, Panji, atau cerita-cerita legenda. Contoh jenis ini,
yakni: Wayang Orang, Wayang Topeng, Gambuh dari Bali, Arja dari Bali,
Langendriyan atau Langen Mandrawanara,
dan masih banyak lagi yang orientasi ceritanya dari babad atau legenda.
e)
Fragmen Tari
Fragmen
tari adalah suatu pertunjukan tari yang membawakan sebuah lakon kecil, atau
cuplikan peristiwa/cerita yang akan disajikan. Biasanya fragmen ini dibuat
dengan tujuan untuk memperpendek waktu sajian tari. Terkadang karena singkatnya
waktu yang disediakan dalam menampikan dramatari, maka orang berkeinginan untuk
memperpadat atau bahkan memotong alur cerita yang ada. Contohnya: Rara Mendut
Pranacitra, Hanoman Obong, Perang Kembang, Shinta Hilang, dan sebagainya
2) Tari Kerakyatan
Tarian ini
merupakan sebuah tarian yang berkembang di luar istana dan didukung oleh rakyat jelata. Kehidupan feodalisme melahirkan pola kehidupan
sosial yang memisahkan antara kaum yang hidup di lingkungan istana dan yang hidup
di luar istana. Kaum yang hidup di lingkungan istana disebut kaum ningrat dan
segala produk budayanya termasuk tari biasanya disebut klasik. Sebaliknya kaum
yang hidup di luar istana sering disebut rakyat jelata dan karya budayanya
tergolong pada pola kerakyatan.
Berbeda dengan
pola tarian klasik, dalam tari kerakyatan ini memiliki sifat yang luwes,
spontan, akrab, dan kreatif. Dari sifat ini lahirlah bentuk-bentuk tari yang
tidak begitu memperdulikan standar, struktur, atau bahkan norma yang dibakukan.
Tari yang berkembang di lingkungan masyarakat ini sangat menyatu dengan pola
atau sistem kehidupan kesehariaanya. Berbagai fungsi tari di sini dapat
dibedakan atas jenis tari upacara, hiburan/sosial, pertunjukan. Contohnya: 1.
tari upacara (seblang di Banyuwangi, topeng kona’ dari Bondowoso, jenis rokat
di Madura, Jenis Shangyang dari Bali); 2. Tari hiburan/sosial (Gandrung dari
Banyuwangi, Tayub dari sebagian besar Jawa, joged bumbung dari Bali, ketuk tilu
dari Jawa Barat); tari pertunjukan (Damarwulan dari Banyuwangi, jaranan dari
sebagian besar Jawa, reog dari Ponorogo, wayang topeng dari Malang, Madura,
Situbondo, kethek ogleng dari Pacitan); 3. Tari pertunjukan, tarian ini dapat
dikelompokan dalam bentuk tari arak-arakan (Jaranan, Reog Obyogan, Reog kendang), bentuk dramatari tradisional
(Wayang Topeng, Rengganis, Janger, sandur), dan bentuk garapan baru yang sering
kita saksikan dalam forum-forum festival (Jaranan, Gandrung, Remo, dan sebagainya)
3)
Tarian Islami
Adalah tarian yang memiliki nafas keislaman. Tarian ini hidup dan
berkembang di lingkungan masyarakat yang mayoritas beragama islam. Ada yang
merupakan komunitas ‘tertutup’, seperti pondok pesantren dan kampung arab; dan
ada pula yang merupakan komunitas terbuka, artinya komunitas umum yang dalam
pergaulan kesehariannya sangat terbuka seperti kehidupan di desa-desa yang
reltif banyak penganut agama Islam.
Besdasarkan jenisnya, Tarian ini ada yang berfungsi sebagai kegiatan
dakwah agama, pergaulan, dan hiburan. Seringkali kita saksikan bentuk musik
atau lagu-lagu yang digunakan dalam tarian ini berupa puji-pujian, demikian
pula alat musik yang digunakan, tidak meninggalkan istrumen yang paling khas
yakni rebana. Berdasarkan latar belakang perkembangan sejarahnya, tari ini ada
sejak pengaruh islam datang di Indonesia. Dalam perkembangan selajutnya, sampai
kini tarian ini ada yang sudah bermukim dan menyatu dalam tradisi masyarakat
pada umumnya, ada pula yang masih menjadi miliki elit komunitas islam. Tari
yang sudah bermukim dan lama menyatu dalam masyarakat diduga sudah berkembang
sejak zaman Wali di Jawa; sedangkan yang berkembang dalam lingkungan elite
merupakan bentuk kesenian yang reltif belum lama dan belum mengalami proses alkulturasi
dengan kesenian Indonesia. Contoh bentuk yang hidup di lingkungan masyarakat
diantranya adalah: Hadrah, Rodat, Kuntulan, ; adapun yang berkembang di
lingkungan elit, antaranya Zapin, Gambus, dan lain sebagainya
c.
Zaman Moderen
Zaman
moderen di sini merupakan batasan zaman yang terkait dengan perkembangan
kebudayaan terutama perkembangan seni tari di Indonesia, yakni sejak tahun
1945. (Soedarsono: 14: 1972) Pada zaman ini pertumbuhan seni tari di Indonesia
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya
pendidikan formal yang mengembangkan seni tari sebagai disiplin ilmu sendiri.
Ciri-ciri
sifatnya tarian ini adalah individual, spektakuler, dan penjelajahan. Adapun
fungsinya untuk ekspresi individu, tontonan, dan hiburan. Bentuk tarinya lebih
memiliki kesadaran teknik, hasil penjelajahan, memanfatkan tenaga, ruang, waktu
sebagai kesadaran estetik dan kontrol emosi. Dalam perkembangan selanjutnya
lahir berbagai jenis tari yang tergolong pada tarian ini, yakni: tari
kontemporer, dance, tari latar (musik dan lagu).
Tari
Kontemporer, menjelaskan pengertian tari kontemporer tidak mudah karena
masing-masing dapat dipersepsikan menurut kebutuhan dan pengertian yang
berbeda. Pengertian yang paling sederhana adalah sebuah tarian yang berkembang
di era moderen dengan memasukan nilai-nilai kekinian dalam tarian tersebut.
Oleh karenaya tarian ini kemudian memiliki sifat temporer dan bisa atau bahkan
mudah berubah. Ciri tari kontemporer ini bukan semata-mata hanya dipahami lewat
bentuk saja, namun lebih pada pemahaman terhadap filosofi tarian tersebut.
Apakah tari tradisi bisa kontemporer? Selama tarian tersebut telah masuk dalam
ranah konsep kekinian tentunya dapat dikatakan kontemporer.
Dance, istilah
ini dulunya berkembang di Barat untuk menyebut jenis tari yang berkembang di
sebuah komunitas. Selain Ballet yang dianggap sebagai tarian klasik di Barat,
dance ini berkembang untuk menyebut tarian ‘etnik’. Jenis dance di Barat ada
yang bentuk Ballroom (cha-cha, Tanggo,
Salsa, dan sebagainya) dan Street dance (Hip hop, Break Dance, dan sejenisnya).
Di indonesia berkembang istilah ini sebagian besar hanya untuk menyebut tarian
Ballroom.
Tari latar
lebih memilki makna sebagai tarian yang digunakan untuk mendampingi lagu yang
dibawakan oleh penyanyi. Ada pula tarian yang diciptakan hanya sebagai susunan
atau komposisi gerak semata untuk mengisi musik yang sudah ada. Dalam komposisi
semacam ini biasanya menggunakan gerak-gerak murni sebagai mediumnya.
2.
BERDASAR KOREOGRAFI
Yang
dimaksud dengan koreografi adalah suatu tatanan atau susunan unsur-unsur yang
terdapat di dalam tari. Bila dilihat
dari kogreografinya, jenis tari dapat dibedakan atas dua hal:
a.
Dasar Pinjakan
Atas dasar
pijakannya, jenis tari dapat dibedakan menjadi: pertama tardisi, kedua non-tradisi.
Pijakan tradisi adalah tari yang segala susunan unsurnya diciptakan atas
unsur-unsur yang telah berkembang secara turun-temurun. Adapun non-tradisi
adalah tari yang susunan unsurnya tidak berdasar pada unsur yang sudah ada,
namun menggunakan unsur di luar yang telah mentradisi. Misalnya gerak tarinya
dikembangkan atas pencarian bentuk-bentuk baru yang menggunakan konsep tubuh
sebagai media ekspresinya.
b.
Tipe Tarian
Bila
dilihat dari tipe tarinya maka bisa dibedakan atas:
1)
Studi, tari yang dalam penggarapannya bermula dari tema sederhana.
2)
Murni, tari yang garapannya semata hanya terkonsentrasi pada gerak.
3)
Liris, tari yang menonjolkan kelembutan.
4)
Simbolik, tari yang menunjukan kekuatan ekspresi simbolis.
5)
Komik, tarian yang menonjolkan kelucuan/humor.
6)
Dramatik, tari yang menonjolkan kekuatan-kekuatan yang bervariasi.
7)
Dramatari,
tari yang ingin menggambarkan peristiwa sejelas-jelasnya
dengan alur yang jelas pula.
3.
BERDASAR TEMANYA
Jenis tari berdasarkan pada temanya, artinya
mengklasifikasikan tari atas dasar motivasi isi (tema) yang terdapat dalam
tarian tersebut. Berdasar tema dapat dibedakan menjadi: tema kepahlawanan,
percintaan, erotis, keagungan, perselisihan, pertaubatan, kebimbangan, dan
sebagainya.
4.
BERDASAR JUMLAH PENARINYA
Tari berdasarkan jumlah penarinya dapat dipisahkan dalam
beberapa jenis:
a.
Tari
tunggal/solo, adalah tarian
yang secara konsep/motivasi diekspresikan/dilakukan oleh seorang penari. Contohnya: tari remo, tari
gambyong, tari bapang, tari jejer, tari gambiranom, dan sebagainya.
b.
Tari duet/berpasangan,
adalah tarian yang dilakukan oleh
dua orang penari saling berhubungan atau member dan menerima respon. Contohnya: tari paju gandrung, tari klana sembung
langu, tari bambang cakil, tari serampang dua belas, tari ketuk tilu, joged
bumbung, dan sebagainya.
c.
Tari kelompok,
adalah tarian yang dilakukan oleh lebih dari dua penari yang
saling memberi respon baik secara individu dengan kelompok atau sebaliknya. Contohnya: jaranan, reog,
tari perang, sisingaan, kecak, dan sebagainya
d.
Tari masal,
adalah tarian (bisa jenisnya tunggal, pasangan, atau kelompok)
yang dilakukan oleh relatif banyak penari pada ruang yang lapang. Contohnya: tarian yang
digunakan dalam pembukaan hajatan besar yang dilaksankan di lapangan seperti
PON, Olimpiade, Pekan seni Pelajar, dan sebagaimya.
5.
BERDASAR FUNGSINYA
Bila
dilihat dari teori lahirnya seni, maka tari di Indonesia dapat dibedakan atas
tiga fungsi, yakni:
a.
Sebagai
sarana upacara
Tari ini
dari awalnya hanya digunakan sebagai sarana dalam upacara agama dan adat. Sampai
sekarang tarian ini masih banyak kita temui di lingkungan masyarakat yang masih
melestarikan tradisi dan mememlihara agama Hindu seperti di Bali. Berbagai
macam jenis upacara yang masih dilakukan oleh masyarakat, misalnya: upacara
kelahiran, inisiasi, perkawinan, sampai kematian. Demikian juga pada masyarakat
yang menganut budaya agraris biasanya
juga masih mengembangkan tarian jenis ini untuk upacara bersih desa, yang
maknanya mengucap syukur atas limpahan hasil bumi dan selalu berharap
kemakmuran dalam hidupnya. Contoh tarian ini, ialah: Seblang dari Banyuwangi, Shangyang
dari Bali, jenis tarian minta hujan seperti Tiban di sebagaian Jawa, Topeng
kona’ dari Bondowoso, dan sebagainya.
b.
Sebagai
sasrana pergaluan atau hiburan
Tarian ini
adalah tarian yang berfungsi sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa gembira
atau sekaligus sebagai sarana pergaulan anatara pria dan wanita. Di Indonesia
tarian ini tidak dipelihara dengan baik, malah banyak sekali yang justru
mengembangkan tari-tarian pergaulan dari Barat. Contoh jenis tarian ini,
misalnya: Tayub di sebagian besar Jawa, Gandrung dari Banyuwangi dan Lombok,
Lenso dari Maluku, Mapia dari Papua, Ketuk Tilu dari Jawa Barat, dan sebagainya.
c.
Sebagai
sarana pertunjukan atau tontonan
Tarian ini
berfungsi sebagai pertunjukan atau tontonan, sehingga dalam tarian ini selalu
dikonsumsi oleh pengamat atau penonton. Bila ditinjau bentuknya, maka tarian
ini memiliki kecenderungan spektakuler dan komunikatif dengan penontonnya.
Arena pertunjukan, konsep, serta aspek teknis lainnya selalu menjadi
pertimbangan dalam penampilan, agar penonton selalu tertarik dengan apa yang
disajikan dalam tarian tersebut. Contoh-contoh jenis tarian ini dapat kita lihat
dalam forum-forum festival ataupun pertunjukan-pertunjukan rutin dari seni
pertunjukan tradisi kita, misalnya Wayang Orang, Janger, Arja, Gambuh, dan
sebagainya.
Selain tiga
fungsi di atas, kenyataannya banyak
masyarakat yang memiliki kepentingan lain untuk memaknai tari dalam hidupnya. Artinya
kemudian ada fungsi yang sekunder dari kehidupan tari dalam masyarakat, yakni:
sebagai media pendidikan, propaganda, pretise, komersial, politis, komunikasi,
luapan emosi, dan pelestari nilai budaya. Lihat skema berikut ini:
1) Menurut Curt Sachs: Magis dan Tontonan
2) Soedarsono: (dalam fungsi primernya)
Upacara, Pergaulan (sosial), Tontonan (pertunjukan)
3)
Alan P. Merriam: ekspresi
emosional, kenikmatan estetik, hiburan, komunikasi, representasi simbolis,
respon fisik, memperkuat konformitas norma-norma sosial, pengesahan
institusi-institusi sosial dan ritual-ritual, sumbangan pada pelestarian serta
stabilitas kebudayaan, dan membangun integritas masyarakat.
4)
Anthony V. Shay: Refleksi dari organisasi sosial; sarana ekspresi ritual,
sekuler, dan keagamaan; ungkapan serta pengendoran psikologis; refleksi dari
kegiatan ekonomi.
5)
M. McNeil Lowry: citra masyarakat Amerika di maca negara; sarana komunikasi
serta sarana saling memahami antara Amerika dan negara-negara lain; ekspresi
tujuan nasional; pengaruh penting dalan dunia pendidikan; kunci penting bagi
pengertian orang Amerika untuk memahami dirinya, zamannya, serta tujuannya;
lapangan kerja bagi angkatan muda; dalam bentuk yang melembaga sangat vital
bagi sumber-sumber kemasyarakatan, moral, serta pendidikan; bagus bagi bisnis
terutama di sentra penduduk yang baru; komponen untuk memperkokoh benteng moral
dan spiritual bagi suatu bangsa yang keamanannya terancam.
Langganan:
Postingan (Atom)