I. Pendahuluan
Judul di atas dipilih atas permintaan panitia yang
disampaikan melalui penggambaran fenomena yang terjadi dalam pertumbuhan atau
perkembangan koreografi di Kab. Nganjuk ini. Untuk membahas persoalan tersebut
dibutuhkan waktu yang relatif panjang untuk memahami seluruh kontens atau isi
permasalahannya, dan karena persoalan koreografi ini persoalan praktis maka
akan lebih menguntungkan bila disertai contoh-contoh laku yang dimaksud dalam bahasannya.
Karena waktu yang disediakan sangat terbatas, maka ibarat tak ada gading rotan
pun jadi artinya mari kita manfaatkan dialog ini semaksimal mungkin untuk
memahami persoalan-persoalan yang kita bicarakan.
Fenomena perkembangan koreografi kita terutama di Jawa
Timur mempunyai persoalan yang sangat beragam. Bila dipilahkan, persoalan
tersebut berkisar pada: pertama, “kualitas” peraga dan penata; kedua, proses
kekaryaan; dan ketiga, “kualitas” pengamat atau penonton yang akan mempengaruhi
kualitas apresiasi atau penghargaan.
Pada “kualitas” peraga dan penata ini sering terlihat
relatif kurangnya jam terbang yang dimiliki oleh keduanya.; namun demikian
kadang terjadi pula penatanya sudah memiliki kualitas yang bagus tapi tidak
didukung oleh peraga yang handal atau sebaliknya. Selain itu sering pula
ditemui penata belum punya kesadaran untuk menghargai karyanya sendiri. Pada
koreografi-koregrafi baru tampak memaksakan penari yang relatif belum memiliki
jam terbang cukup, atau kalau perlu penari ‘dikarbit’ sehingga dalam
koreografi tersebut tidak muncul roh yang kuat.
Kelemahan pada proses koreografi, biasanya terdapat
pada kurangnya kesadaran dalam mengegola aktivitas proses kreativ, gagasan,
waktu, materi, dan sebagainya. Untuk menutupi kekurang-percayaan-dirinya,
sering para penata mengutarakan keluhan atas kurangnya waktu, sarana atau
materi yang tersedia. Kekurangan-kekurangan (kondisi) semacam ini kadang memang
sering terjadi pada karya-karya yang dipesan, namun bila kita mampu mengelola
secara efektif dan efisien akan dapat hasil yang bisa dibanggakan. Masih banyak
koreografer yang dalam prosesnya menunggu pesanan (melahirkan karya-karya
pesanan), sehingga kedalaman kreativitas karyanya belum maksimal karena kurang
melakukan kegiatan eksploratif.
Pengamat dan penonton merupakan elemen pertunjukan
yang tidak dapat ditinggalkan. Di beberapa daerah telah terjadi kurangnya minat
masyarakat yang berkehendak untuk membangun system penghargaan atau apresiasi
yang baik terhadap perkembangan koreografi kita. Hal ini diantaranya disebabkan
adanya perkembangan system nilai dan kepentingan dalam masyarakat. Idealisme
seniman kadang juga sebagai penyebab kurang pedulinya masyarakat terhadap
perkembangan koreografi. Selain itu belum lahir kritikus tari yang mampu menghantarkan masyarakat untuk mengapresiasi karya-karya
tari yang ada.
II. Seniman Sebagai Koreografer
Dua kata ini walaupun mempunyai
persamaan makna, namun terdapat pengertian yang beda. Seniman secara umum
digunakan untuk menyebut semua pekerja seni yang secara terus menerus mampu
melahirkan karya-karya seni, sedangkan koreografer hanya tertuju pada seorang
yang melahirkan karya tari.
Tidak perlu kita masalahkan
pengertian di atas ini, yang penting
bagaimanakah seorang koreografer ini mampu menciptakan karyanya. Yang
jelas sebagai seniman, seorang koreografer berkehendak untuk terjun ke dunia
seni, biasanya tidak semata mencari keuntungan secara material, namun lebih
mencari pengalaman-pengalaman kreatif dan estetis yang dapat menjadikan dirinya
sebagai manusia secara individu yang terintegrasi dengan lingkungannya.
Dalam menciptakan karyanya,
koreografer selalu berhadapan dengan benda hidup (manusia) sebagai media
ekspresinya, oleh karenanya dituntut untuk dapat berkomunikasi secara baik
dengan mediumnya (peraga). Syarat lain yang ideal untuk menjadi seorang
koreografer handal diantaranya adalah jujur, terbuka, kritis, kreatif,
berwawasan luas, dan mampu mengembangkan daya imajinasinya.
Selain itu, untuk melahirkan karya
yang bagus, sebaiknya seorang koreografer selalu memiliki kepekaan terhadap
potensi internal atau individu serta potensi ekternal. Hal ini dimaksudkan agar
kualitas potensi tersebut dapat diolah secara optimal dan akan menghasilkan
karya yang maksimal. Potensi internal atau individual merupakan potensi yang
dimiliki dan terbangun atas segala pengalaman hidupnya. Ini sifatnya sangat
unik, dan masing-masing individu memiliki potensi yang sangat berbeda dan khas
antara satu dengan lainnya. Adapun potensi eksternal adalah potensi dari luar
dirinya yang merangsang gagasan untuk melakukan proses kreatif atau menciptakan
sebuah karya, bentuknya bisa beraneka ragam.
Dalam perkembangnya, dunia penataan
tari kita mengalami pertumbuhan yang sangat pesat setelah lebih kurang tahun
70-an. Hal ini tidak bisa terlepas dari peran
Bagong K dan Wisnu Wardana yang pada waktu itu baru pulang dari Amerika
setelah belajar tari di sana .
Lambat laun koreografi yang semua merupakan
ekspresi komunal kemudian berkembang sebagai ekspresi individual. Sampai
saat ini hasilnya dapat kita saksikan berbagai hasil karya-karya koreografi
yang telah diciptakan oleh seseorang untuk mewujudkan ekspresi individunya
dalam menangkap berbagai persoalan yang ada.
Untuk membina pertumbuhan serta
mewadahi karya-karya koreografi ini
berbagai ivent telah dibangun baik oleh pemerintah, swasta, maupun komunitas
seni. Dalam penyelenggaraannya, ivent-ivent tersebut mempunyai tujuan yang
beragam tertuang dalam tema kegiatan, dan bentuknya bisa festival, lomba, dan
sebagainya. Kontroversi yang sampai saat ini berkembang dalam kegiatan ini,
ketika ivent tersebut memberikan penghargaan terhadap karya-karya tari
(peserta) yang diamati oleh tim pengamat dan hasilnya dianggap kurang memuaskan
peserta. Langkah untuk mempersempit kesenjangan semacam ini sebaiknya panitia
penyelenggara ivent menyediakan tim pengamat yang mempunyai kualifikasi
kualitas sepadan dengan kegiatan; dan untuk peserta atau koreografer yang belum
masuk dalam nominasi memiliki sikap yang arif dan bijak.
III. Elemen Estetik Tari
Estetika bila dipahami sebagai filsafat seni, maka
persoalannya menjadi sangat luas dan rumit untuk dibicarakan. Hal ini akan
menyakut tentang pandangan hidup manusia baik secara individu maupun kelompok.
Dalam waktu yang singkat ini saya tidak ingin bicara panjang tentang kajian
filsafat seni, namun hanya pada sisi atau aspek koreografis saja.
Bila ditinjau secara umum ada 3 elemen estetik yang
sangat doinan dalam koreografi. Ketiga elemen ini tidak dapat hadir dalam
satu-kesatuan yang terpisah antara satu dan lainnya, yaitu Tenaga , Ruang, dan
Waktu. Aspek tenaga, merupakan kualitas estetis gerak tari ditentukan oleh
mengalir dan terkontrolnya kekuatan; sedangkan ruang, merupakan kualitas yang
dapat hadir dari seorang koreografer dalam membatasi atau mengontrol ruang
dengan cara yang khas; dan waktu, yang secara spesifik merupakan perwujudan
ritme dalam sebuah koreografi mempunyai peran yang sangat kuat dalam
mengorganisir elemen lainnya.
Selain menyangkut ke-3 elemen estetik seperti yang
disebut di atas, dalam memproses sebuah karyanya seorang koreografer tidak
dapat pula melepaskan kesadarannya terhadap pesoalan yang sangat melekat dengan
karya itu sendiri, yakni: isi, teknik, dan bentuk. Isi adalah segala macam
motivasi atau tema yang menjadi sumber garap dari sebuah karya. Teknik,
merupakan cara-cara yang dituntut atau diperlukan dalam laku untuk membangun
hadirnya bentuk yang ekspresif sesuai dengan keinginan seorang koreografer;
Bentuk, adalah organisasi dari seluruh kekuatan sebagai hasil dari struktur
internal dari tari. Ciri khas dari bentuk ini biasanya berwujud kesatuan,
variasi kontinuitas atau kesinambungan, dan klimaks atau puncak dalam membangun
awal sampai penyelesaian.
Hal lain yang menyangkut tentang sebuah proses
koreografi adalah tindak untuk melakukan proses kreatif. Di sini seorang
koreografer benar-benar dituntut mampu mengorganisir seluruh aktivitas kreatif
dari menyangkut persoalan teknis hingga non-teknis, dari mengelola bahan sampai
membangun imajinasi, dan sebagainya. Oleh karena itu alangkah baiknya kerja
kreatif semacam ini seorang koreografer tidak lagi dibebani hal-hal yang di
luar kebutuhan artistic.
IV. Dasar-dasar Komposisi
Untuk membangun kesadaran terhadap
kegiatan penyususnan koreografi ini, ada beberapahal yang perlu diketahui,
diantaranya adalah:
1.
Membangun isi sebagai landasan
isi atau tema garapan.
2.
Desain Atas adalah suatu desain
yang terbangun dalam ruang diatas lantai, dan tampak tergambar pada back
drop.
3.
Desain Lantai adalah semua
desain yang terlitas di lantai pentas atau sering pula disebut dengan pola
lantai, menggambarkan letak serta garis
perpindahan seluruh penari di atas panggung.
4.
Desain Dramatik adalah sebuah
desain yang terbangun atas rangkaian rangkaian alur dramatik, mulai dari awal
pertunjukan, perkembangan sampai menuju pada klimaks atau bahkan penyelesaian
akhir.
5.
Desain Musik yakni pola ritmis
yang terbangun atas hadirnya musik sebagai pengiring ataupun patner gerak dalam
tari, bisa dihadirkan lewat bentuk-bentuk yang sejajar maupun kontras.
6.
Dinamika adalah sustu cabang
mekanis yang dapat menghadirkan kesan hidup, bisa ditempuh dengan menghadirkan
variasi terhadap kualitas gerak, ataupun pola-pola ritmis.
7.
Tema adalah segala sesuatu yang
dapat membangun lahirnya gerak atau tarian, bisa dikata pula berkaitan dengan
isi yang terkandung dalam tarian.
8.
Desain Kelompok, yaitu suatu
pola penyusunan koreografi kelompok (yang ditarikan lebih dari 3 orang) dengan
pertimbangan kesatuan, keseimbangan, terpecah, selang-seling, dan bergantian.
9.
Semua aspek yang dapat
mendukung hadirnya keindahan dalam pertunjukan tari, missal: penari, tata
lampu, setting, porperti, sampai pada kesadaran management produksinya.
V. Memproses Karya
Untuk menciptakan sebuah karya tari
biasanya masing-masing penata memiliki ciri unik untuk melakukan proses, sehingga
antara satu penata dan lainnya belum tentu memiliki kesamaan. Namun-demikian
bila dilihat secara umum kita bisa pilahkan kegiatan proses ini dalam beberapa
tahap, misalnya: tahap penyusunan konsep, kerja kreatif, dan yang terahkir
adalah penyajian.
Tahap awal yang dilakukan oleh seorang koregografer
biasanya menyusun konsep. Kesadaran untuk menyusun konsep ini biasanya dimuali
dari rangsang awal sampai menentukan tipe dan bentuk penyajian. Rangsang awal
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dapat memberikan daya atau interesting
seseorang untuk membuat karya, biasanya bisa dari rangsang audio, visual,
kinestetik, raba, atau yang paling kuat adalah gagasan. Setelah itu menentukan
tipe tarian, apakah komedi, murni, studi, dramatik, dramatari, dan sebagainya.
Akhir dari tahap ini biasanya juga menentukan apakah tarian yang akan
diciptakan itu penyajiannya lebih cenderung simbolik, representatif, atau
campuran. Sebaiknya konsep ini dituangkan dalam bentuk tulisan sehingga dapat
dijadikan landasan dalam proses kreatifnya.
Kerja kreatif adalah tahap lanjut dari sebuah proses
penciptaan tari setelah membuat konsep. Tahap ini biasanya dicirii dengan
kegiatan-kegiatan: eksplorasi, improvisasi, evaluasi, dan penyusunan. Ekplorasi
adalah sebuah kegiatan berpikir, berimajinasi, merasakan, dan meresponsikan
segala sesuatu yang telah terkonsep sebelumnya. Improvisasi adalah kegiatan
yang lebih bebas dari eksplorasi dan dicirii oleh kegiatan spontanitas.
Evaluasi adalah kegiatan untuk meninjau mengkaji ulang kegiatan yang dilakukan
atau bahkan sampai pada evaluasi motif gerak hingga seluruh komposisi yang
telah tertata. Adapun punyusunan adalah kegiatan untuk merangkai seluruh aspek
komposisi yang telah dihasilkan dari kegiatan eksplorasi dan improvisasi.
Kegiatan pada tahap ini bisa dilakukan di dalam atau di luar studio, biasanya
disesuai dengan keinginan koreografer dan karakteristik kegiatannya.
Tahap paling penting dari seluruh rangkaian proses
kreatif ini adalah kegiatan penyajian karya. Pada tahap ini seorang koreografer
seolah tidak lagi memiliki kewenangan apapun terhadap tarian yang telah
diciptakannya. Penentu dari keberhasilan dalam komunikasi seni ini terletak
pada penari dan pendukung lainnya. Oleh karenanya menciptakan suasana
“keseriusan” yang optimal akan membantu terbangunnya komunikasi seperti yang
diinginkan.
VI. Penutup
Untuk
mengakhir pembicaraan ini perlu saya garis bawahi, idealnya untuk menjadi
seorang koreografer handal diantaranya adalah jujur, terbuka, kritis, kreatif,
berwawasan luas, dan mampu mengembangkan daya imajinasinya. Selanjutnya untuk
melahirkan karya yang bagus, sebaiknya seorang koreografer selalu memiliki
orientasi terhadap kepekaan potensi internal atau individu serta potensi
ekternal. Mengenal element estetika, memahami dasar-dasar penataan tari, serta
mampu mengelola proses kreatif dengan baik.
Selanjutnya
membangun ekspresi dalam koreografi bukan diartikan sekedar menampilkan wajah
atau mimik seorang penari di atas pentas atau panggung, lebih jauh adalah
membangun gerak serta seluruh elementnya secara optimal agar koreografi yang
kita ciptakan dapat berbicara dan berkomunikasi dengan penonton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.